Sang Legenda Dunia Kopi : KATSUJI DAIBO

19.13 Unknown 0 Comments

Sang Legenda Dunia Kopi : KATSUJI DAIBO

Daibo adalah nama yang cukup kuat bagi mereka yang telah mendalami kopi dengan keseriusan. Sekiranya kalian belum pernah mendengar tentangnya, Daibo adalah sesepuh yang bukan hanya dianggap penting dalam tren seduh manual, tapi juga dunia kopi secara keseluruhan. Ia mungkin belum seterkenal Howard Schuldtz, tapi orang-orang yang mengenalnya akan memberi salut panjang bahkan sampai jauh setelahnya. Setidaknya James Freeman dari Blue Bottle dan Matt Goulding dari Roads and Kingdoms telah terang-terangan menunjukkan respek mereka yang mendalam kepada tokoh ini. 


Katsuji Daibo mulai tertarik pada kopi ketika industri kopi sedang jaya-jayanya di Jepang di era 60an. Ia dan teman-teman SMA-nya sering mengunjungi kedai-kedai kopi di sekitar Tokyo, hal ini kemudian memekarkan gairahnya untuk memelajari tentang kopi dan industrinya. Ia mulai memelajari teknik mencampurkan berbagai macam single origin dan menyeduh kopi sebagai hobi sampingan, namun di tahun 1975 Daibo memutuskan untuk membuka Daibo Coffee di distrik Omotesando yang juga merupakan salah satu distrik cukup sibuk di Tokyo.

Tidak seperti usaha kedai kopi lain yang mungkin akan segera mementangkan jala bisnisnya lebar-lebar dengan membuka cabang dimana-mana, Daibo dan kedai kopinya tetap setia pada satu kissaten yang dibukanya sejak 1975 ini. Di sinilah letak keistimewaannya dan mengapa ia disebut legenda dalam dunia kopi.

Daibo menyangrai biji-biji kopinya dengan roaster kecil bergaya tradisional, takaran yang ia pilih pun hanya secukupnya sehingga memastikan bahwa kopi yang disimpannya hanya yang benar-benar segar. Setelahnya, biji-biji yang disangrai tadi akan disebar di atas tampah bambu. Seperti seorang penjaring emas yang tekun, Daibo pun kemudian akan memilah biji-biji kopi yang masih hangat ini satu per satu, dengan tangan, untuk memastikan tidak ada biji yang cacat masuk ke dalam botol penyimpanannya. Ia memilih hanya yang terbaik.

Memilih biji kopi setelah disangrai hanyalah bagian awal, ada sejumlah proses lainnya mulai dari menggiling sampai menyeduh yang ia lakukan dengan kesungguhan. Memerhatikan bagaimana ia menyeduh kopi, sederhana tapi intens dan tak terburu-buru seperti ritual yang membuat haru.
“Saya ingin membawa setiap detil dari upacara minum teh ke dunia kopi,” katanya di sebuah artikel. Pernyataan yang membuat saya akhirnya mengerti. Saya pernah menghadiri upacara minum teh di Jepang dan kagum melihat betapa rinci dan sakralnya seremoni itu—padahal cuma sekadar untuk minum teh tok. Dan mengetahui bahwa Daibo mengadaptasi kesakralan upacara minum teh ala Jepang itu pada teknik penyeduhan kopi kian memantapkan iman saya untuk mengakuinya seorang legenda. Tidak heran kenapa ia menyeduh begitu terperinci dan telaten.

Sayangnya, seperti sebuah istilah yang cukup terkenal, “ada awal pasti ada akhir”, Daibo Coffee miliknya pun akhirnya berhujung juga. Bangunan yang menaungi kedai kopi miliknya telah dijual ke pemilik baru yang memiliki rencana ambisius untuk masa depan. Dan Desember 2013 lalu, ia menutup Daibo Coffee yang telah diusahakannya berdua bersama istrinya selama 38 tahun, selamanya. Saya penasaran, kenapa Daibo tidak meneruskannya saja entah ke pewarisnya? Jawaban yang saya temukan semakin membuat saya semakin menaruh salut saja:
Karena ia tidak menemukan orang yang memiliki gairah yang sama yang mau mendedikasikan dirinya terhadap ‘upacara minum kopi’ serinci yang ia lakukan.

0 komentar: